Kalender

Minggu, 07 Desember 2014

Pemikiran Ekonomi Modern



Pemikiran Ekonomi Modern (Kontemporer)
Oleh : Khaerunnisa
STAI Asy-Syukriyyah

Pemikiran ekonomi modern biasanya dinyatakan dimulai dari terbitnya Adam Smith’s The Wealth of Nations, pada 1776, walaupun pemikir lainnya yang lebih dulu juga memberikan kontribusi yang tidak sedikit. Ide utama yang diajukan oleh Smith adalah kompetisi antara berbagai penyedia barang dan pembeli akan menghasilkan kemungkinan terbaik dalam distribusi barang dan jasa karena hal itu akan mendorong setiap orang untuk melakukan spesialisasi dan peningkatan modalnya sehingga akan menghasilkan nilai lebih dengan tenaga kerja yang tetap. Smith’s thesis berkeyakinan bahwa sebuah sistem besar akan mengatur dirinya sendiri dengan menjalankan aktivits-aktivitas masing-masing bagiannya sendiri-sendiri tanpa harus mendapatkan arahan tertentu. Hal ini yang biasa disebut sebagai “invisible hand” dan masih menjadi pusat gagasan dari ekonomi pasar dan capitalism itu sendiri.
            Smith adalah salah satu tokoh dalam era Classical Economics dengan kontributor utama John Stuart Mill and David Ricardo. John Stuart Mill, pada awal hingga pertengahan abad 19th, berfokus pada “wealth” yang didefinisikannya secara khusus dalam kaitannya dengan nilai tukar obyek atau yang sekarang disebut dengan price.
            Pertengahan abad 18th menunjukkan peningkatan pada industrial capitalism, memberi kemungkinan bagi akumulasi modal yang luas di bawah fase perdagangan dan investasi pada mesin-mesin produksi. Industrial capitalism, yang dicatat oleh Marx mulai dari pertigaan akhir abad 18th, menandai perkembangan dari the factory system of manufacturing, dengan ciri utama complex division of labor dan routinization of work tasks; dan akhirnya memantapkan dominasi global dari capitalist mode of production.
            Hasil dari proses tersebut adalah Industrial Revolution, dimana industrialist menggantikan posisi penting dari merchant dalam capitalist system dan mengakibatkan penurunan traditional handicraft skills dari artisans, guilds, dan journeymen. Juga selam masa ini, capitalism menandai perubahan hubungan antara British landowning gentry dan peasants, meningkatkan produksi dari cash crops untuk pasar lebih daripada yang digunakan untuk feudal manor. Surplus ini dihasilkan dengan peningkatan commercial agriculture sehingga mendorong peningkatan mechanization of agriculture. 
        Peningakatan industrial capitalism juga terkait dengan penurunan mercantilism. Pertengahan hingga akhir abad sembilan belas Britain dianggap sebagai contoh klasik dari laissez-faire capitalism. Laissez-faire mendapatkan momentum oleh mercantilism di Britain pada 1840s dengan persetujuan Corn Laws dan Navigation Acts. Sejalan dengan ajaran classical political economists, dipimpin oleh Adam Smith dan David Ricardo, Britain memunculkan liberalism, mendorong kompetisi dan perkembangan market economy.
            Pada abad 19th, Karl Marx menggabungkan berbagai aliran pemikiran meliputi distribusi sosial dari sumber daya, mencakup karya Adam Smith, juga pemikiran socialism dan egalitarianism, dengan menggunakan pendekatan sistematis pada logika yang diambil dari Georg Wilhelm Friedrich Hegel untuk menghasilkan Das Kapital. Ajarannya banyak dianut oleh mereka yang mengkritik ekonomi pasar selama abad 19th dan 20th. Ekonomi Marxist berlandaskan pada labor theory of value yang dasarnya ditanamkan oleh classical economists (termasuk Adam Smith) dan kemudian dikembangkan oleh Marx. Pemikiran Marxist beranggapan bahwa capitalism adalah berlandaskan pada exploitation kelas pekerja: pendapatan yang diterima mereka selalu lebih rendah dari nilai pekerjaan yang dihasilkannya, dan selisih itu diambil oleh capitalist dalam bentuk profit.
            Pada akhir abad 19th, kontrol dan arah dari industri skala besar berada di tangan financiers. Masa ini biasa disebut sebagai “finance capitalism,” dicirikan dengan subordination proses produksi ke dalam accumulation of money profits dalam financial system. Penampakan utama capitalism pada masa ini mencakup establishment of huge industrial cartels atau monopolies; kepemilikan dan management dari industry oleh financiers berpisah dari production process; dan pertumbuhan dari complex system banking, sebuah equity market, dan corporate memegang capital melalui kepemilikan stock. Tampak meningkat juga industri besar dan tanah menjadi subject of profit dan loss oleh financial speculators. Akhir abad 19th juga muncul “marginal revolution” yang meningkatkan dasar pemahaman ekonomi mencakup konsep-konsep seperti marginalism dan opportunity cost. Lebih lanjut, Carl Menger menyebarkan gagasan tentang kerangka kerja ekonomi sebagai opportunity cost dari keputusan yang dibuat pada margins of economic activity.

Pandangan beberapa pemikir ekonomi modern 
1.  Arthur Cecil Pigou (1877-1959) dikenal sebagai bapak ilmu ekonomi kesejahteraan (welfare economics) modern, yang mempelajari bagaimana membuat ekonomi beroperasi dengan lebih efisien dan trade off antara efisiensi dan keadilan (equity). Pigou juga seorang pelopor ilmu. keuangan publik modern. Pigou menjelaskan ketika terdapat eksternalitas, yaitu perbedaan biaya privat dan biaya sosial, maka pemerintah mempunyai alasan untuk campur tangan dalam pasar, sehingga ia juga dianggap pelopor ekonomi lingkungan.

2.     Joseph Schumpeter (1883-1950) mempelajari tahap dan penyebab siklus bisnis (business cycle) dan dalam bukunya Capitalism, Socialism and Democracy (1942) dia berpendapat bahwa kapitalisme justru bisa hancur oleh keberhasilannya. karena perusahaan-perusahaan kecil digantikan oleh perusahaan-perusahaan besar yang dijalankan bukan oleh pengusaha tetapi oleh birokrat manajerial sehingga lebih suka pendapatan yang tetap daripada melakukan inovasi dan mengambil resiko. Menurut Schumpeter kunci pertumbuhan ekonomi adalah pengusaha yang inovatif yang bersedia mengambil resiko dan memperkenalkan teknologi-teknologi baru.

3.  Gunnar Myrdal (1898-1987) dalam bukunya An American Dilemma menyatakan ada konflik moral di Amerika. Disatu pihak, rakyat Amerika percaya kepada keadilan dan persamaan kesempatan.. Dipihak lain dalam prakteknya orang kulit berwarna diberlakukan tidak sederajat dengan orang kulit putih. Myrdal menyatakan bahwa Amerika merugi karena. diskriminasi dalam pendidikan, perumahan dan pekerjaan tersebut, karena kinerja ekonomi Amerika menjadi rendah. Myrdal berpendapat bahwa semakin besar pemerataan disuatu negara maka semakin cepat pertumbuhannya.. Konsekuensi fisik dan psikologis dari kemiskinan adalah orang miskin tidak mampu memanfaatkan bakatnya. Dia mempelajari hukum dan kemudian ekonomi dari Stockholm University, mengajar di Harvard sejak 1938 dan pemenang hadiah Nobel 1974.

4.  John Kenneth Galbraith (1908- ) menyatakan perlu campur tangan pemerintah untuk menghadapi kekuatan kepentingan bisnis dan melindungi kepentingan publik. Galbraith (1967) menyatakan bahwa yang terjadi di Amerika Serikat bukan pasar kompetitif yang menguntungkan publik tetapi justru pasar non kompetitif dan perusahaan besar yang mengontrol pasar. Kebijakan yang diperlukan adalah pengendalian harga, peraturan upah minimum, jaminan pendapatan minimum, penyediaan barang publik yang cukup, perlindungan lingkungan, asuransi pegawai. Dia mengajar di Harvard dan penasehat presiden Trumper serta pemenang hadiah Nobel 1976. Dia menulis buku The Affluent Society, The New Industrial State dan Ekonomics and The Public Purpose.

5.  Milton Freedman (1912- ) menyatakan uang dan kebijakan moneter berperan penting dalam menentukan aktivitas ekonomi. Dia menyatakan solusi masalah inflasi adalah harus mengendalikan pertumbuhan peredaran uang dan nilai tukar fleksibel lebih baik dari nilai tukar tetap. Freedman mendukung kebebasan individu dan menentang intervensi pernerintah dalam perekonomian dan menyatakan kapitalis adalah sistem ekonomi terbaik karena mempromosikan kebebasan politik dan karena pasar dapat membantu. mengimbangi kekuatan politik. Dalam sampul bukunya Free to choose Friedman memegang pensil yang menunjukkan bahwa tidak seorangpun yang bisa membuat pensil, meskipun pemenang hadiah Nobel. Dengan grafit dari Sri Langka, penghapus yang dibuat dari minyak rapeseed (lobak) dan sulfur chloride dari Indonesia, kayu dari Oregon dan dirakit di Wilkes-Barre, Pensylvania pensil yang berharga 10 sen dolar adalah produk dari pasar internasional. Friedman sering disebut sebagai penerus Hayek dan tokoh Neoliberal.

6.  Paul Samuelson (1915 – ) adalah pelopor pembangunan landasan matematika untuk ekonomi. Baginya formalisme matematika dapat mengklarifikasikan sifat dari model dan argumentasi. Dia melihat bahwa matematika (aljabar linier dan kalkulus) menerangkan argumentasi-argumentasi dan membuktikan dalil ekonomi dapat diuji secara. empiris. Samuelson merupakan tokoh penting yang membawa ekonomi Keynesian ke Amerika. Dia guru besar ekonomi di MIT dan pemenang hadiah Nobel 1970.

7.  James M. Buchanan (1919- ) mengembangkan, analisis ekonomi untuk mempelajari keputusan politisi dan pembuatan keputusan politik. Dia menyatakan pemahaman proses politik adalah penting untuk studi ekonomi. Buchanan berpendapat bahwa karena pembuat kebijaksanaan adalah manusia, maka mereka akan berusaha mendahulukan kepentingan sendiri daripada kepentingan publik dalam menetapkan undang-undang dan kebijakan terbaik bagi seluruh bangsa. Politisipun. akan berusaha untuk terus memegang jabatan politis daripada meningkatkan kesejahteraan pemilihnya. Buchaman mencatat bahwa politisi tidak mungkin diambil dari orang-orang yang lebih menyukai peran minimal pemerintah. Politisi lebih tertarik dengan rekayasa sosial yang beranggaran besar, karena kontrol atasnya menyebabkannya dapat memperoleh keuntungan, termasuk dana supaya dia bisa terpilih kembali. Demikian pula pegawai karir pemerintah berusaha mengusulkan anggaran. yang tinggi karena meningkatkan pendapatannya. Buchanan juga menentang defisit dan hutang publik karena ketika pemerintah menjual obligasi akan bersaing dengan pemberi pinjaman swasta sehingga menaikkan suku bunga dan menurunkan investasi. Dia adalah pemenang hadiah Nobel 1986.

8.    Robert Solow (1924 – ) dikenal dengan model pertumbuhan ekonomi Solow dengan fokus peranan teknologi dalam pertumbuhan ekonomi. Solow berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan membutuhkan tidak hanya penambahan modal tetapi juga kemajuan teknologi. Teknologi mempunyai peranan penting dalam menyeimbangkan diminishing return (pengembalian yang menurun) pada saat modal meningkat. Solow adalah guru besar ekonomi di MIT dan pemenang nobel 1987.

9.    Armatya Sen (1933 – ) adalah figur utama dalam bidang ekonomi kesejahteraan (welfare) dan pembangunan ekonomi. Berpendapat bahwa ekonomi seharusnya lebih mengembangkan kemampuan diri manusia dan memperbanyak pilihan untuk mereka. Menerapkan pendekatan kemampuan dalam pengembangan ekonomi. Dia membedakan antara pertumbuhan ekonomi dan perkembangan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi meningkatkan pendapatan perkapita sedangkan perkembangan ekonomi meningkatkan harapan hidup, bebas buta huruf, kesehatan dan pendidikan masyarakat sehingga mereka bisa menjadi individu yang lebih berguna. Dia adalah pemenang hadiah Nobel 1993.

10. Joseph Stiglitz (1943 – ) dikenal sebagai pakar “ekonomi informasi” dan salah satu dari tiga pemenang hadiah Nobel 2001 yang dianggap berjasa meletakkan dasar bagi teori umum tentang pasar dengan informasi asimetrik”. Dia dikenal sebagai ekonomi pemberontak karena mengkritik kebijakan negara-negara maju dan IMF dalam hubungannya dengan negara-negara berkembang.
Menurut Stiglitz IMF memberi resep penyelesaian standar khusus yang tidak tepat dan ketinggalan jaman, tanpa mempertimbangkan dampak yang mereka akibatkan kepada rakyat di negara yang diberitahu melakukan kebijakan tersebut. Jarang dia lihat peramalan mengenai apa yang dilakukan kebijakan tersebut kepada kemiskinan. Jarang dia lihat diskusi dari analisis yang mendalam tentang dampak-dampak dari kebijakan-kebijakan alternatif yang ada hanyalah resep tunggal. Pandangan-pandangan alternatif tidak dicari. Ideologi menuntun resep kebijakan dan negara-negara diharapkan mengikuti petunjuk-petunjuk IMF tanpa membantah.
Ketidakberhasilan IMF menurut Stiglitz, adalah karena tidak mengikuti urutan dan langkah tertentu dan kegagalan untuk sensitif terhadap konteks sosial yang lebih luas, seperti memaksakan liberalisasi sebelum terdapat regulasi yang memadai dan sebelum negara tersebut dapat menanggung konsekwensi yang merugikan dari perubahan mendadak sentimen pasar yang merupakan bagian dari kapitalisme modern; memaksakan kebijakan yang menghilangkan lapangan kerja sebelum lapangan kerja baru terbentuk, memaksakan privatisasi sebelum terdapat kompetisi dan regulasi yang mendukung.

Kinerja Ekonomi Modern Butuh Moralitas



            Adam Smith, penulis buku monumental An Inquiry into the Nature and Cause of the Wealth of Nations (1776) oleh banyak pemikir ekonomi dewasa ini dianggap sebagai ”ayatollah” ekonomi modern. Gagasannya cukup menarik, ketika ia memaparkan secara ”lugu” perilaku manusia yang diasumsikannya bahwa; ”bukan demi kebaikan tukang roti-kita membeli roti, tetapi karena kepentingan diri kita sendiri”. Setiap orang jika dibiarkan bebas akan berusaha memaksimalkan kesejahteraannya sendiri, karena itu, jika semua orang dibiarkan bebas-akan memaksimalkan kesejahteraan mereka secara agregat. Smith, secara fundamental menentang setiap campur-tangan pemerintah dalam industri dan perniagaan, ia adalah seorang penganut paham perdagangan bebas dan penganut kebijakan ”pasar bebas” dalam ekonomi.
            Pemikiran di atas dapat dijadikan ”sumbu” analisis yang mesti lebih dahulu kita cermati sebelum mengkaji substansi moralitas yang dikandungnya dan sebelum dihubungkan dalam konteks kekinian kita. Sekurangnya, ada dua spektrum cuaca yang patut kita tengok, yakni, pertama, lahirnya gagasan Smith di atas, dipengaruhi oleh cuaca situasi dan kondisi aliran pemikiran ketika itu. Diawali dengan zaman aufklarung Eropa yang bangkit dari ketidurannya, manusia dianggapnya sebagai nucleus dari seluruh plasma kehidupan mikro dan makrosmos yang mampu menggerakkan dan memecahkan metabolisme persoalan-persoalan dunia. Di sini, Rene Descrates tampil menggagaskan Cogito Ergo Sum (aku berfikir maka aku ada) dan F. Bacon dengan Knowledge is Power (pengetahuan adalah kekuasaan). Dalam konteks ini, pemikiran posistivisme, emprisme dan humanisme segera mendapat angin dan lampu hijau untuk segera mensosialisasikan diri mempengaruhi strktur otak berfikir dan tindakan umat manusia. Setalian dengan ini, posisi agama segera ditempatkan pada kotak frustasi, dan hanya difungsikan ketika manusia nyaris berada di pinggir liang lahat.
            Kedua, Karl Marx dengan Das Capital-nya (1884) ternyata nyaris juga bertekuk lutut menghadapi seranganbertubi-tubi ide liberalisasi dan kapitalisme global, walaupun pada kondisi-kondisi tertentu ia mampu survuve. Dialektika Hegel yang dijadikan ”kitab suci” Marx dan pemikir sosialisme, ternyata hany sebagai panacea ketika manusia dikecewakan oleh sistem kemapanan dan kapitalisme. Marxisme hanya dijadikan pelipur lara, ketika liberalisasi, kapitalisme dan status quo kekuasaan birokrasi dan kapital tampil dengan sombongnya.
           
Karena mempunyai aliran ekonomi modern yang dicetuskan oleh Adam Smith untuk tampil lebih fleksibel, pada gilirannya aliran itu dianggap sebagai ”polisi dunia” yang seenaknya saja mendeterminasi perilaku-perilaku nation stade dan otoritas manusia. Sehingga tak usah kesal, jika seorang Francois Fukuyama memaparkan terjadinya the end of history, dimana kapitalisme yang dia klaim sebagai lokomotof ekonomi modern dianggap sebagai penutup sejarah kemanusiaan. Tentu, Fukuyama dalam posisi yang cukup rasional tak boleh disalahkan, karena secara riil perilaku kapitalisme, seperti individualisme, pasar bebas, materialisme, emprisme, bahkan cenderung membas ke arah permisivisme, tampaknya sudah menjadi perilaku mainstream manusia modern.
            Moralitas Abadi = Moralitas Islam
          Dalam cuaca dimana kapitalisme sudah menjadi mainstream perilaku berekonomi, tentu tidak berarti manusia penduduk planet ketiga ini lantas larut dengan fenomena bias seperti di atas. Kita yakin bahwa, secara substansial manusia tentunya ingin hidup sesuai fitrah kemanusiaannya, yang mana penegakan nilai moralitas, kesejukan berusaha, ketertiban berperilaku, jelas tetap dirindukan. Manusia sempurna adalah, manusia yang saling harga-menghargai, nerperilaku dan berusaha secara etis serta tetap ingin dibimbing oleh koridor wahyu.
            Dalam moralitas ekonomi Islam, bukan berarti seluruh perilaku kapitalisme itu harus diberangus dan dibredel, tapi dalam posisi-posisi tertentu ada suatu konvergensi yang patut kita apresiasi. Karena itu, alangkah bagusnya bila kita analisis dulu beberapa apresiasi perilaku dan moral ekonomi Islam, yang sangat signifikan untuk kita terapkan. yakni: pertama, ekonomi Islam sangat apresiatif dengan perilaku mekanisme pasar. Di sini pemerintah diharapkan tidak terlalu campur tangan mengurusi soal harga. Harga ditentukan oleh penawaran dan permintaan di atas kejujuran dan moralitas. Dalam konteks ini, diriwayatkan oleh Anas bin Malik, bahwa sekali waktu pernah barang-barang di Madinah naik harganya di zaman Rasulullah SAW. Maka orang-orang mengusulkan kepada Nabi, ”Ya Rasulullah, harga barang telah naik!”. Lalu Rasulullah bersabda : ”Sesungguhnya Allah penentu harga, penahan, pelepas, dan pemberi rizki, dan sesungguhnya aku berharap bertemu dengan Allah dalam keadaan tidak seorang pun dari pada kalian menuntut aku karena perbuatan dhalim terhadap jiwa tentang harga (barang-barang)”. (H.R. Ahmad, Abu Daud, Tarmizi, Ibnu Majah).
            Menetapkan harga hingga merugikan pedagang-pedagang, Rasulullah tampaknya memandang sebagai suatu kedhaliman yang tidak dapat dipikul (dipertanggungjawabkan). Menurut Imam Syaukani, mengemukakan, ”Sesungguhnya manusia berhak atas benda mereka dan terlarang menetapkan harga atas milik mereka”.
            Kedua, persaingan yang terpuji. Bagaimanapun persaingan yang menimbulkan perilaku pertentangan, iri hati, dan merenggangkan ukhuwah Islamiyah, jelas bukan perilaku persaingan sesuai moralitas Islam. Dalam konteks ini, Rasulullah yang diberitakan oleh Abdillah bin Umar menegaskan: ”Janganlah salah seorang dari pada kalian menjual (menyaingi) jualan saudaranya” (H.R. Bukhori). Persaingan yang terpuji hanya dapat terjadi jikalau mampu membangkitkan semangat produktifitas hidup setiap orang tanpa ada saling jega-menjegal.
            Ketiga, distorsi pasar oleh segelintir pedagang atau spekulan. Terlarang memapak (menghadang) atau mendistorsi kafilah, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud: ” Rasulullah telah melarang menghadang dagangan”. ”Janganlah kalian hadang kafilah-kafilah dan janganlah orang-orang kota jualan sebagai makelar buat orang desa”. Golongan Maliki, Ahmad dan Ishaq memasukkan pasar secara mutlak ke dalam larangan hadits tersebut. Abu Hanifah berpendapat, boleh menghadang dagangan, tetapi menjadi makruh apabila membahayakan kepentingan umum dan mengacaukan harga barang bagi para pendatang.
            Keempat, perdagangan yang samar. Ada beberapa cara jual beli yang mengandung kesamaran yang dilakukan di zaman jahiliyah, telah dilarang dalam Islam, seperti yang dinyatakan : ”Bahwasanya Nabi telah melarang muhaqalah, muzabanah, mukhabarah dan tsunaiyah kecuali diketahui ”.
            Perilaku ekonomi Islam seperti di atas tentunya bukan berarti hanya sebatas pada batasan-batasan tersebut, akan tetapi jauh lebih lagi akan dapat dikemukakan secara prinsipil. Karena kita ketahui bahwa, perilaku ajaran Islam itu sangat holistik dan komprehensif serta menyangkut berbagai persoalan kompleks dan sederhana. Namun, ada benang merah dan substansi yang dapat kita petik, bahwa perilaku ekonomi Islam menekankan pada kebebasan (mekanisme pasar) dalam perdagangan. Akan tetapi mekanisme pasar yang dimaksud di sini adalah mekanisme yang merugikan pihak-pihak yang ikut dalam proses perdagangan itu, dan juga tidak menimbulkan kemudharatan kepada masyarakat secara keseluruhan. Di sini nilai-nilai moralitas sangat dipentingkan agar tercipta keadilan, kejujuran dan saling memberi kemaslahatan.

Potret Ekonomi Masa Depan
Melihat keinginan manusia untuk tetap berada dalam bingkai kefitrahan, maka dapat diasumsikan, bahwa di masa depan, walaupun masyarakat dewasa ini kian terjerat dan digelincirkan oleh perilaku yang sangat rentan bagi kemanusiaan, akan tetapi tetap ada peluang ajaran-ajaran moralitas untuk dijadikan etnri point. Tak pelak lagi, kalau memang kita ingin melihat potret masyarakat tampil dengan kinerja ynag ramah, jujur, adil dan sejahtera di masa depan, maka tidak boleh tidak, wacana moralitas harus selalu didengungkan. Bagaimanapun juga, dunia dewasa ini ternyata telah ”di-masinisi” oleh ”lokomotif” perilaku ekonomi, yang jika tidak diobati dengan nilai dan prinsip moralitas, maka yakinlah bola bumi kita akan hancur.
Namun demikian, bukan kita akan menepis perilaku ekonomi modern yang dimotivisir oleh semangat kapitalisme, akan tetapi kekurangan yang cukup besar dan membahayakan perilaku ekonomi itu, seperti munculnya keserakahan, arogansi, individualistik dan menghalalkan berbagai cara yang sudah disepakati oleh publik, bisa diperbaiki. Di sini, prinsip-prinsip Ilahiah tak akan terdengar, karena adanya kesombongan individual. Artinya, apa saja yang sudah disepakati oleh masyarakat, maka itulah yang harus dijalankan. Moralitas Islam sangat penting untuk diperdengarkan. Hanya saja persoalannya adalah, sejauh mana kemampuan umat Islam itu sendiri untuk tetap berwibawa menjalankan syariatnya, terutama yang berkaitan dengan perilaku ekonomi tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar