Pemikiran Ekonomi Modern
(Kontemporer)
Oleh : Khaerunnisa
STAI Asy-Syukriyyah
Pemikiran ekonomi modern
biasanya dinyatakan dimulai dari terbitnya Adam Smith’s The Wealth of Nations,
pada 1776, walaupun pemikir lainnya yang lebih dulu juga memberikan kontribusi
yang tidak sedikit. Ide utama yang diajukan oleh Smith adalah kompetisi antara
berbagai penyedia barang dan pembeli akan menghasilkan kemungkinan terbaik dalam
distribusi barang dan jasa karena hal itu akan mendorong setiap orang untuk
melakukan spesialisasi dan peningkatan modalnya sehingga akan menghasilkan
nilai lebih dengan tenaga kerja yang tetap. Smith’s thesis berkeyakinan bahwa
sebuah sistem besar akan mengatur dirinya sendiri dengan menjalankan
aktivits-aktivitas masing-masing bagiannya sendiri-sendiri tanpa harus
mendapatkan arahan tertentu. Hal ini yang biasa disebut sebagai “invisible
hand” dan masih menjadi pusat gagasan dari ekonomi pasar dan capitalism itu
sendiri.
Smith adalah salah satu tokoh dalam era Classical Economics dengan kontributor
utama John Stuart Mill and David Ricardo. John Stuart Mill, pada awal hingga
pertengahan abad 19th, berfokus pada “wealth” yang didefinisikannya secara
khusus dalam kaitannya dengan nilai tukar obyek atau yang sekarang disebut
dengan price.
Pertengahan abad 18th menunjukkan peningkatan pada industrial capitalism,
memberi kemungkinan bagi akumulasi modal yang luas di bawah fase perdagangan
dan investasi pada mesin-mesin produksi. Industrial capitalism, yang dicatat
oleh Marx mulai dari pertigaan akhir abad 18th, menandai perkembangan dari the
factory system of manufacturing, dengan ciri utama complex division of labor
dan routinization of work tasks; dan akhirnya memantapkan dominasi global dari
capitalist mode of production.
Hasil dari proses tersebut adalah Industrial Revolution, dimana industrialist
menggantikan posisi penting dari merchant dalam capitalist system dan mengakibatkan
penurunan traditional handicraft skills dari artisans, guilds, dan journeymen.
Juga selam masa ini, capitalism menandai perubahan hubungan antara British
landowning gentry dan peasants, meningkatkan produksi dari cash crops untuk
pasar lebih daripada yang digunakan untuk feudal manor. Surplus ini dihasilkan
dengan peningkatan commercial agriculture sehingga mendorong peningkatan
mechanization of agriculture.
Peningakatan industrial capitalism juga terkait dengan penurunan mercantilism.
Pertengahan hingga akhir abad sembilan belas Britain dianggap sebagai contoh
klasik dari laissez-faire capitalism. Laissez-faire mendapatkan momentum oleh
mercantilism di Britain pada 1840s dengan persetujuan Corn Laws dan Navigation
Acts. Sejalan dengan ajaran classical political economists, dipimpin oleh Adam
Smith dan David Ricardo, Britain memunculkan liberalism, mendorong kompetisi
dan perkembangan market economy.
Pada abad 19th, Karl Marx menggabungkan berbagai aliran pemikiran meliputi distribusi
sosial dari sumber daya, mencakup karya Adam Smith, juga pemikiran socialism
dan egalitarianism, dengan menggunakan pendekatan sistematis pada logika yang
diambil dari Georg Wilhelm Friedrich Hegel untuk menghasilkan Das Kapital.
Ajarannya banyak dianut oleh mereka yang mengkritik ekonomi pasar selama abad
19th dan 20th. Ekonomi Marxist berlandaskan pada labor theory of value yang
dasarnya ditanamkan oleh classical economists (termasuk Adam Smith) dan
kemudian dikembangkan oleh Marx. Pemikiran Marxist beranggapan bahwa capitalism
adalah berlandaskan pada exploitation kelas pekerja: pendapatan yang diterima
mereka selalu lebih rendah dari nilai pekerjaan yang dihasilkannya, dan selisih
itu diambil oleh capitalist dalam bentuk profit.
Pada akhir abad 19th, kontrol dan arah dari industri skala besar berada di
tangan financiers. Masa ini biasa disebut sebagai “finance capitalism,”
dicirikan dengan subordination proses produksi ke dalam accumulation of money
profits dalam financial system. Penampakan utama capitalism pada masa ini
mencakup establishment of huge industrial cartels atau monopolies; kepemilikan
dan management dari industry oleh financiers berpisah dari production process;
dan pertumbuhan dari complex system banking, sebuah equity market, dan
corporate memegang capital melalui kepemilikan stock. Tampak meningkat juga
industri besar dan tanah menjadi subject of profit dan loss oleh financial
speculators. Akhir abad 19th juga muncul “marginal revolution” yang
meningkatkan dasar pemahaman ekonomi mencakup konsep-konsep seperti marginalism
dan opportunity cost. Lebih lanjut, Carl Menger menyebarkan gagasan tentang
kerangka kerja ekonomi sebagai opportunity cost dari keputusan yang dibuat pada
margins of economic activity.
Pandangan beberapa pemikir ekonomi modern
1. Arthur Cecil Pigou (1877-1959) dikenal
sebagai bapak ilmu ekonomi kesejahteraan (welfare economics) modern, yang
mempelajari bagaimana membuat ekonomi beroperasi dengan lebih efisien dan trade
off antara efisiensi dan keadilan (equity). Pigou juga seorang pelopor ilmu.
keuangan publik modern. Pigou menjelaskan ketika terdapat eksternalitas, yaitu
perbedaan biaya privat dan biaya sosial, maka pemerintah mempunyai alasan untuk
campur tangan dalam pasar, sehingga ia juga dianggap pelopor ekonomi
lingkungan.
2. Joseph Schumpeter (1883-1950)
mempelajari tahap dan penyebab siklus bisnis (business cycle) dan dalam bukunya
Capitalism, Socialism and Democracy (1942) dia berpendapat bahwa kapitalisme
justru bisa hancur oleh keberhasilannya. karena perusahaan-perusahaan kecil
digantikan oleh perusahaan-perusahaan besar yang dijalankan bukan oleh
pengusaha tetapi oleh birokrat manajerial sehingga lebih suka pendapatan yang
tetap daripada melakukan inovasi dan mengambil resiko. Menurut Schumpeter kunci
pertumbuhan ekonomi adalah pengusaha yang inovatif yang bersedia mengambil
resiko dan memperkenalkan teknologi-teknologi baru.
3. Gunnar Myrdal (1898-1987) dalam bukunya
An American Dilemma menyatakan ada konflik moral di Amerika. Disatu pihak,
rakyat Amerika percaya kepada keadilan dan persamaan kesempatan.. Dipihak lain
dalam prakteknya orang kulit berwarna diberlakukan tidak sederajat dengan orang
kulit putih. Myrdal menyatakan bahwa Amerika merugi karena. diskriminasi dalam
pendidikan, perumahan dan pekerjaan tersebut, karena kinerja ekonomi Amerika
menjadi rendah. Myrdal berpendapat bahwa semakin besar pemerataan disuatu
negara maka semakin cepat pertumbuhannya.. Konsekuensi fisik dan psikologis
dari kemiskinan adalah orang miskin tidak mampu memanfaatkan bakatnya. Dia
mempelajari hukum dan kemudian ekonomi dari Stockholm University, mengajar di
Harvard sejak 1938 dan pemenang hadiah Nobel 1974.
4. John Kenneth Galbraith (1908- )
menyatakan perlu campur tangan pemerintah untuk menghadapi kekuatan kepentingan
bisnis dan melindungi kepentingan publik. Galbraith (1967) menyatakan bahwa
yang terjadi di Amerika Serikat bukan pasar kompetitif yang menguntungkan
publik tetapi justru pasar non kompetitif dan perusahaan besar yang mengontrol
pasar. Kebijakan yang diperlukan adalah pengendalian harga, peraturan upah
minimum, jaminan pendapatan minimum, penyediaan barang publik yang cukup,
perlindungan lingkungan, asuransi pegawai. Dia mengajar di Harvard dan
penasehat presiden Trumper serta pemenang hadiah Nobel 1976. Dia menulis buku
The Affluent Society, The New Industrial State dan Ekonomics and The Public
Purpose.
5. Milton Freedman (1912- ) menyatakan uang
dan kebijakan moneter berperan penting dalam menentukan aktivitas ekonomi. Dia
menyatakan solusi masalah inflasi adalah harus mengendalikan pertumbuhan
peredaran uang dan nilai tukar fleksibel lebih baik dari nilai tukar tetap.
Freedman mendukung kebebasan individu dan menentang intervensi pernerintah
dalam perekonomian dan menyatakan kapitalis adalah sistem ekonomi terbaik
karena mempromosikan kebebasan politik dan karena pasar dapat membantu.
mengimbangi kekuatan politik. Dalam sampul bukunya Free to choose Friedman
memegang pensil yang menunjukkan bahwa tidak seorangpun yang bisa membuat
pensil, meskipun pemenang hadiah Nobel. Dengan grafit dari Sri Langka,
penghapus yang dibuat dari minyak rapeseed (lobak) dan sulfur chloride dari
Indonesia, kayu dari Oregon dan dirakit di Wilkes-Barre, Pensylvania pensil
yang berharga 10 sen dolar adalah produk dari pasar internasional. Friedman
sering disebut sebagai penerus Hayek dan tokoh Neoliberal.
6. Paul Samuelson (1915 – ) adalah pelopor
pembangunan landasan matematika untuk ekonomi. Baginya formalisme matematika
dapat mengklarifikasikan sifat dari model dan argumentasi. Dia melihat bahwa
matematika (aljabar linier dan kalkulus) menerangkan argumentasi-argumentasi
dan membuktikan dalil ekonomi dapat diuji secara. empiris. Samuelson merupakan
tokoh penting yang membawa ekonomi Keynesian ke Amerika. Dia guru besar ekonomi
di MIT dan pemenang hadiah Nobel 1970.
7. James M. Buchanan (1919- )
mengembangkan, analisis ekonomi untuk mempelajari keputusan politisi dan
pembuatan keputusan politik. Dia menyatakan pemahaman proses politik adalah
penting untuk studi ekonomi. Buchanan berpendapat bahwa karena pembuat
kebijaksanaan adalah manusia, maka mereka akan berusaha mendahulukan
kepentingan sendiri daripada kepentingan publik dalam menetapkan undang-undang
dan kebijakan terbaik bagi seluruh bangsa. Politisipun. akan berusaha untuk
terus memegang jabatan politis daripada meningkatkan kesejahteraan pemilihnya.
Buchaman mencatat bahwa politisi tidak mungkin diambil dari orang-orang yang
lebih menyukai peran minimal pemerintah. Politisi lebih tertarik dengan
rekayasa sosial yang beranggaran besar, karena kontrol atasnya menyebabkannya dapat
memperoleh keuntungan, termasuk dana supaya dia bisa terpilih kembali. Demikian
pula pegawai karir pemerintah berusaha mengusulkan anggaran. yang tinggi karena
meningkatkan pendapatannya. Buchanan juga menentang defisit dan hutang publik
karena ketika pemerintah menjual obligasi akan bersaing dengan pemberi pinjaman
swasta sehingga menaikkan suku bunga dan menurunkan investasi. Dia adalah
pemenang hadiah Nobel 1986.
8. Robert Solow (1924 – ) dikenal dengan
model pertumbuhan ekonomi Solow dengan fokus peranan teknologi dalam
pertumbuhan ekonomi. Solow berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan membutuhkan tidak hanya penambahan modal tetapi juga kemajuan
teknologi. Teknologi mempunyai peranan penting dalam menyeimbangkan diminishing
return (pengembalian yang menurun) pada saat modal meningkat. Solow adalah guru
besar ekonomi di MIT dan pemenang nobel 1987.
9. Armatya Sen (1933 – ) adalah figur utama
dalam bidang ekonomi kesejahteraan (welfare) dan pembangunan ekonomi.
Berpendapat bahwa ekonomi seharusnya lebih mengembangkan kemampuan diri manusia
dan memperbanyak pilihan untuk mereka. Menerapkan pendekatan kemampuan dalam
pengembangan ekonomi. Dia membedakan antara pertumbuhan ekonomi dan
perkembangan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi meningkatkan pendapatan perkapita
sedangkan perkembangan ekonomi meningkatkan harapan hidup, bebas buta huruf,
kesehatan dan pendidikan masyarakat sehingga mereka bisa menjadi individu yang
lebih berguna. Dia adalah pemenang hadiah Nobel 1993.
10. Joseph Stiglitz (1943 – ) dikenal sebagai pakar “ekonomi informasi” dan salah
satu dari tiga pemenang hadiah Nobel 2001 yang dianggap berjasa meletakkan
dasar bagi teori umum tentang pasar dengan informasi asimetrik”. Dia dikenal
sebagai ekonomi pemberontak karena mengkritik kebijakan negara-negara maju dan
IMF dalam hubungannya dengan negara-negara berkembang.
Menurut Stiglitz IMF memberi resep penyelesaian standar khusus yang tidak tepat dan ketinggalan jaman, tanpa mempertimbangkan dampak yang mereka akibatkan kepada rakyat di negara yang diberitahu melakukan kebijakan tersebut. Jarang dia lihat peramalan mengenai apa yang dilakukan kebijakan tersebut kepada kemiskinan. Jarang dia lihat diskusi dari analisis yang mendalam tentang dampak-dampak dari kebijakan-kebijakan alternatif yang ada hanyalah resep tunggal. Pandangan-pandangan alternatif tidak dicari. Ideologi menuntun resep kebijakan dan negara-negara diharapkan mengikuti petunjuk-petunjuk IMF tanpa membantah.
Ketidakberhasilan IMF menurut Stiglitz, adalah karena tidak mengikuti urutan dan langkah tertentu dan kegagalan untuk sensitif terhadap konteks sosial yang lebih luas, seperti memaksakan liberalisasi sebelum terdapat regulasi yang memadai dan sebelum negara tersebut dapat menanggung konsekwensi yang merugikan dari perubahan mendadak sentimen pasar yang merupakan bagian dari kapitalisme modern; memaksakan kebijakan yang menghilangkan lapangan kerja sebelum lapangan kerja baru terbentuk, memaksakan privatisasi sebelum terdapat kompetisi dan regulasi yang mendukung.
Menurut Stiglitz IMF memberi resep penyelesaian standar khusus yang tidak tepat dan ketinggalan jaman, tanpa mempertimbangkan dampak yang mereka akibatkan kepada rakyat di negara yang diberitahu melakukan kebijakan tersebut. Jarang dia lihat peramalan mengenai apa yang dilakukan kebijakan tersebut kepada kemiskinan. Jarang dia lihat diskusi dari analisis yang mendalam tentang dampak-dampak dari kebijakan-kebijakan alternatif yang ada hanyalah resep tunggal. Pandangan-pandangan alternatif tidak dicari. Ideologi menuntun resep kebijakan dan negara-negara diharapkan mengikuti petunjuk-petunjuk IMF tanpa membantah.
Ketidakberhasilan IMF menurut Stiglitz, adalah karena tidak mengikuti urutan dan langkah tertentu dan kegagalan untuk sensitif terhadap konteks sosial yang lebih luas, seperti memaksakan liberalisasi sebelum terdapat regulasi yang memadai dan sebelum negara tersebut dapat menanggung konsekwensi yang merugikan dari perubahan mendadak sentimen pasar yang merupakan bagian dari kapitalisme modern; memaksakan kebijakan yang menghilangkan lapangan kerja sebelum lapangan kerja baru terbentuk, memaksakan privatisasi sebelum terdapat kompetisi dan regulasi yang mendukung.
- Kinerja Ekonomi Modern Butuh Moralitas
|
|
|
|
|
Adam Smith, penulis buku monumental An
Inquiry into the Nature and Cause of the Wealth of Nations (1776) oleh
banyak pemikir ekonomi dewasa ini dianggap sebagai ”ayatollah” ekonomi
modern. Gagasannya cukup menarik, ketika ia memaparkan secara ”lugu” perilaku
manusia yang diasumsikannya bahwa; ”bukan demi kebaikan tukang roti-kita
membeli roti, tetapi karena kepentingan diri kita sendiri”. Setiap orang jika
dibiarkan bebas akan berusaha memaksimalkan kesejahteraannya sendiri, karena
itu, jika semua orang dibiarkan bebas-akan memaksimalkan kesejahteraan mereka
secara agregat. Smith, secara fundamental menentang setiap campur-tangan
pemerintah dalam industri dan perniagaan, ia adalah seorang penganut paham
perdagangan bebas dan penganut kebijakan ”pasar bebas” dalam ekonomi.
Pemikiran di atas dapat dijadikan ”sumbu” analisis yang mesti lebih dahulu
kita cermati sebelum mengkaji substansi moralitas yang dikandungnya dan
sebelum dihubungkan dalam konteks kekinian kita. Sekurangnya, ada dua
spektrum cuaca yang patut kita tengok, yakni, pertama, lahirnya gagasan Smith
di atas, dipengaruhi oleh cuaca situasi dan kondisi aliran pemikiran ketika
itu. Diawali dengan zaman aufklarung Eropa yang bangkit dari ketidurannya,
manusia dianggapnya sebagai nucleus dari
seluruh plasma kehidupan mikro dan makrosmos yang mampu menggerakkan dan
memecahkan metabolisme persoalan-persoalan dunia. Di sini, Rene Descrates
tampil menggagaskan Cogito Ergo Sum (aku
berfikir maka aku ada) dan F. Bacon dengan Knowledge is Power (pengetahuan adalah kekuasaan). Dalam
konteks ini, pemikiran posistivisme, emprisme dan humanisme segera mendapat
angin dan lampu hijau untuk segera mensosialisasikan diri mempengaruhi
strktur otak berfikir dan tindakan umat manusia. Setalian dengan ini, posisi
agama segera ditempatkan pada kotak frustasi, dan hanya difungsikan ketika
manusia nyaris berada di pinggir liang lahat.
Kedua, Karl Marx dengan Das Capital-nya
(1884) ternyata nyaris juga bertekuk lutut menghadapi seranganbertubi-tubi
ide liberalisasi dan kapitalisme global, walaupun pada kondisi-kondisi
tertentu ia mampu survuve. Dialektika Hegel yang dijadikan ”kitab suci” Marx
dan pemikir sosialisme, ternyata hany sebagai panacea ketika manusia dikecewakan oleh sistem kemapanan dan
kapitalisme. Marxisme hanya dijadikan pelipur lara, ketika liberalisasi,
kapitalisme dan status quo kekuasaan birokrasi dan kapital tampil dengan
sombongnya.
Karena mempunyai aliran ekonomi modern yang
dicetuskan oleh Adam Smith untuk tampil lebih fleksibel, pada gilirannya
aliran itu dianggap sebagai ”polisi dunia” yang seenaknya saja mendeterminasi
perilaku-perilaku nation stade dan
otoritas manusia. Sehingga tak usah kesal, jika seorang Francois Fukuyama
memaparkan terjadinya the end of
history, dimana kapitalisme yang dia klaim sebagai lokomotof ekonomi
modern dianggap sebagai penutup sejarah kemanusiaan. Tentu, Fukuyama dalam
posisi yang cukup rasional tak boleh disalahkan, karena secara riil perilaku
kapitalisme, seperti individualisme, pasar bebas, materialisme, emprisme,
bahkan cenderung membas ke arah permisivisme, tampaknya sudah menjadi perilaku
mainstream manusia modern.
Moralitas Abadi = Moralitas Islam
Dalam
cuaca dimana kapitalisme sudah menjadi mainstream perilaku berekonomi, tentu
tidak berarti manusia penduduk planet ketiga ini lantas larut dengan fenomena
bias seperti di atas. Kita yakin bahwa, secara substansial manusia tentunya
ingin hidup sesuai fitrah kemanusiaannya, yang mana penegakan nilai
moralitas, kesejukan berusaha, ketertiban berperilaku, jelas tetap
dirindukan. Manusia sempurna adalah, manusia yang saling harga-menghargai,
nerperilaku dan berusaha secara etis serta tetap ingin dibimbing oleh koridor
wahyu.
Dalam moralitas ekonomi Islam, bukan berarti seluruh perilaku kapitalisme itu
harus diberangus dan dibredel, tapi dalam posisi-posisi tertentu ada suatu
konvergensi yang patut kita apresiasi. Karena itu, alangkah bagusnya bila
kita analisis dulu beberapa apresiasi perilaku dan moral ekonomi Islam, yang
sangat signifikan untuk kita terapkan. yakni: pertama, ekonomi Islam sangat
apresiatif dengan perilaku mekanisme pasar. Di sini pemerintah diharapkan
tidak terlalu campur tangan mengurusi soal harga. Harga ditentukan oleh
penawaran dan permintaan di atas kejujuran dan moralitas. Dalam konteks ini,
diriwayatkan oleh Anas bin Malik, bahwa sekali waktu pernah barang-barang di
Madinah naik harganya di zaman Rasulullah SAW. Maka orang-orang mengusulkan
kepada Nabi, ”Ya Rasulullah, harga barang telah naik!”. Lalu Rasulullah
bersabda : ”Sesungguhnya Allah penentu harga, penahan, pelepas, dan pemberi rizki,
dan sesungguhnya aku berharap bertemu dengan Allah dalam keadaan tidak
seorang pun dari pada kalian menuntut aku karena perbuatan dhalim terhadap
jiwa tentang harga (barang-barang)”. (H.R. Ahmad, Abu Daud, Tarmizi, Ibnu
Majah).
Menetapkan harga hingga merugikan pedagang-pedagang, Rasulullah tampaknya
memandang sebagai suatu kedhaliman yang tidak dapat dipikul
(dipertanggungjawabkan). Menurut Imam Syaukani, mengemukakan, ”Sesungguhnya
manusia berhak atas benda mereka dan terlarang menetapkan harga atas milik
mereka”.
Kedua, persaingan yang terpuji. Bagaimanapun persaingan yang menimbulkan
perilaku pertentangan, iri hati, dan merenggangkan ukhuwah Islamiyah, jelas
bukan perilaku persaingan sesuai moralitas Islam. Dalam konteks ini,
Rasulullah yang diberitakan oleh Abdillah bin Umar menegaskan: ”Janganlah
salah seorang dari pada kalian menjual (menyaingi) jualan saudaranya” (H.R.
Bukhori). Persaingan yang terpuji hanya dapat terjadi jikalau mampu
membangkitkan semangat produktifitas hidup setiap orang tanpa ada saling
jega-menjegal.
Ketiga, distorsi pasar oleh segelintir pedagang atau spekulan. Terlarang
memapak (menghadang) atau mendistorsi kafilah, berdasarkan hadits yang
diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud: ” Rasulullah telah melarang menghadang
dagangan”. ”Janganlah kalian hadang kafilah-kafilah dan janganlah orang-orang
kota jualan sebagai makelar buat orang desa”. Golongan Maliki, Ahmad dan
Ishaq memasukkan pasar secara mutlak ke dalam larangan hadits tersebut. Abu
Hanifah berpendapat, boleh menghadang dagangan, tetapi menjadi makruh apabila
membahayakan kepentingan umum dan mengacaukan harga barang bagi para
pendatang.
Keempat, perdagangan yang samar. Ada beberapa cara jual beli yang mengandung
kesamaran yang dilakukan di zaman jahiliyah, telah dilarang dalam Islam,
seperti yang dinyatakan : ”Bahwasanya Nabi telah melarang muhaqalah,
muzabanah, mukhabarah dan tsunaiyah kecuali diketahui ”.
Perilaku ekonomi Islam seperti di atas tentunya bukan berarti hanya sebatas
pada batasan-batasan tersebut, akan tetapi jauh lebih lagi akan dapat
dikemukakan secara prinsipil. Karena kita ketahui bahwa, perilaku ajaran
Islam itu sangat holistik dan komprehensif serta menyangkut berbagai
persoalan kompleks dan sederhana. Namun, ada benang merah dan substansi yang
dapat kita petik, bahwa perilaku ekonomi Islam menekankan pada kebebasan
(mekanisme pasar) dalam perdagangan. Akan tetapi mekanisme pasar yang
dimaksud di sini adalah mekanisme yang merugikan pihak-pihak yang ikut dalam
proses perdagangan itu, dan juga tidak menimbulkan kemudharatan kepada
masyarakat secara keseluruhan. Di sini nilai-nilai moralitas sangat
dipentingkan agar tercipta keadilan, kejujuran dan saling memberi
kemaslahatan.
Potret Ekonomi Masa Depan
Melihat keinginan manusia untuk tetap berada dalam
bingkai kefitrahan, maka dapat diasumsikan, bahwa di masa depan, walaupun
masyarakat dewasa ini kian terjerat dan digelincirkan oleh perilaku yang
sangat rentan bagi kemanusiaan, akan tetapi tetap ada peluang ajaran-ajaran
moralitas untuk dijadikan etnri
point. Tak pelak lagi, kalau memang kita ingin melihat potret
masyarakat tampil dengan kinerja ynag ramah, jujur, adil dan sejahtera di
masa depan, maka tidak boleh tidak, wacana moralitas harus selalu didengungkan.
Bagaimanapun juga, dunia dewasa ini ternyata telah ”di-masinisi” oleh
”lokomotif” perilaku ekonomi, yang jika tidak diobati dengan nilai dan
prinsip moralitas, maka yakinlah bola bumi kita akan hancur.
Namun demikian, bukan kita akan menepis perilaku
ekonomi modern yang dimotivisir oleh semangat kapitalisme, akan tetapi
kekurangan yang cukup besar dan membahayakan perilaku ekonomi itu, seperti
munculnya keserakahan, arogansi, individualistik dan menghalalkan berbagai
cara yang sudah disepakati oleh publik, bisa diperbaiki. Di sini,
prinsip-prinsip Ilahiah tak akan terdengar, karena adanya kesombongan
individual. Artinya, apa saja yang sudah disepakati oleh masyarakat, maka
itulah yang harus dijalankan. Moralitas Islam sangat penting untuk diperdengarkan.
Hanya saja persoalannya adalah, sejauh mana kemampuan umat Islam itu sendiri
untuk tetap berwibawa menjalankan syariatnya, terutama yang berkaitan dengan
perilaku ekonomi tersebut.
|